“Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikannya. Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah. Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah” (Gus Dur)Fakta bahwa manusia dilahirkan dalam perbedaan agama memang tak dapat dipungkiri. Kita dituntut untuk belajar dari perbedaan untuk kemudian bersikap toleran terhadap kepercayaan orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tentu saja tidak diciptakan sendirian di dunia ini. Jika direnungkan, seiring waktu berjalan, kita akan bertemu dengan lebih banyak orang. Ada perbedaan agama, suku, sosial, maupun budaya. Karena kita merupakan mahluk sosial yang akan selalu berinteraksi dengan orang lain bahkan, membutuhkan bantuan dari orang lain, maka mau tidak mau kita harus belajar untuk bersikap toleran. Adanya toleransi juga memberi warna baru pada kehidupan bermasyarakat, bernegara, terlebih di dunia ini. Sehingga sikap toleran antar individu dan komunitas mestinya harus sama-sama dijaga dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan keberagaman.Dalam konteks keindonesiaan, negara kit aini dikenal pluralistik karena memiliki varian rasa, selera, bahkan cita-rasa. Keberagmana ini membutuhkan waktu panjang untuk dibentuk dan disatukan dalam kontek kenegaraan. Perjalanan panjang itu dicatat dalam sejarah yang diperjuangkan oleh pendahulu kita selama ini. Para pejuang bangsa bahu membahu bersatu mempertahankan bangsa ini meskipun di dalamnya terdapat pelbagai latar belakang. Mereka mampu saling mengerti satu sama lain, bersikap toleran sehingga terbentuklan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang kita kenal sebagai semboyan Negara Kesatuan Republic Indonesia. Dengan demikian, sudah sepantutnya, kita sebagai generasi penerus bangsa harus menjunjung tinggi sikap toleransi dalam berbagai hal, termasuk dalam beragama Fakta bahwa masyarakat Indonesia memiliki keberagaman dalam agama tak bisa dinafikka, begitu pula dengan masyrakat yang memegang teguh agamanya. Islam misalnya, agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tak hanya menjadikan sebagai agama, ia juga menjadi identitas dan kepribadian masyakatnya yang menganutnya. Sehingga, untuk menghindari gesekan antar umat yang berbeda, ada beberapa sikap toleran dalam bermasyarakat dan benegara dan tetap menjaga kerukuan umat beragama. Pembangunan Masyarakat CerdasHakikat pembangunan masyarakat adalah bagaimana menjadikan penduduk suatu negara terutama yang lemah dan miskin tidak hanya lebih produktif, tetapi juga lebih efektif dan lebih berwawasan masyarakat. Tujuh puluh enam tahun setelah kemerdekaan Indonesia, pembangunan Indonesia terus berlanjut. Namun, proses pembangunan dan tujuan pembangunan tersebut belum sepenuhnya terwujud. Cita-cita kita membangun masyarakat yang sejahtera, maju, adil dan beradab, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Kendati demikian, masyarakat sudah melewati tiga periode -orde lama, orde baru, dan orde reformasi- namun belum juga mampu cita-cita di Pembukaan UUD itu dicapai. Ada banyak pekerjaan rumah yang masih menunggu kita untuk dibenahi, dari sistem politik, ekonomi, budaya masyarakat, bahkan hingga sikap dan praktik toleransi beragama. Pada tingkat masyarakat, masalah kedisiplinan dan sikap intoleran dalam beragama di kalangan masyarakat kerap kali menimbulkan kesalahpahaman dan penyimpangan. Misalnya, kurang menghargai satu sama lain, kurang menghargai sikap orang lain dalam nuansa perbedaan menyebabkan terjadinya sifat dendam dan kebencian. Kalimat yang sering dilontarkan adalah “Indonesia bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler” harus mampu dipahami lebih dalam lagi. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, pembangunan agama dan masyarakat harus sama-sama mendapat tempat yang jelas dan saling berjalan beriringan. UUD 1945 menegaskan bahwa Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga negaranya dan memberikan kebebasan beribadah kepada penganutnya sesuai dengan keyakinannya.Oleh karena itu, jelas dalam konteks pembangunan masyarakat cerdas, masyarakat dalam keragaman agama, masyarakat harus mampu bersikap cerdas dan selalu memprioritaskan kerukunan antar umat. Agama yang diyakini memberikan nilai-nilai etika, moral, dan spiritual bagi pembangunan masyarakat memiliki beberapa fungsi dalam pembangunan. Agama adalah sumber motivasi, sumber inspirasi, dan sumber evaluasi. Melalui sikap dan praktek toleran dalam bermasyarakat tentunya dalam konteks beragama, praktek toleran dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari senantiasa harus dijaga guna menciptakan iklim yang damai, sejahtera, dalam konteks beragama, bertoleransi di negara Indonesia yang maju dan damai.
Penulis : Ali
Ilustrasi : Cholenesia