Momok Komunisme?

Komunisme adalah ideologi yang sempat menjadi raksasa di masanya, menjadi salah satu kutub kekuatan ideologis dunia bersandingan dengan ideologi liberal kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat. Butuh satu bab panjang untuk menjelaskan komunisme secara utuh, sebagaimana butuh bab panjang juga untuk menjelaskan kapitalisme secara utuh. Namun singkatnya, di awal komunisme menjadi populer dan diadopsi sebagai ideologi, komunisme merupakan paham atau ideologi yang hendak menghapuskan hak milik perseorangan (pribadi/privat) dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang dikontrol oleh negara. Faham komunis mulai dikenal secara luas pada awal abad ke-19 melalui pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels di Jerman. Komunisme Marx dan Engels merupakan kritikan terhadap faham kapitalisme yang sedang mendominasi. Marx beranggapan bahwa sistem kapitalisme memiliki banyak kerancuan, sehingga mengakibatkan eksploitasi kaum buruh sebagai kelas yang dibawah (proletar) oleh kaum pemilik alat-alat produksi yang berperan sebagai kelas yang di atas (borjuis) sehingga diperlukan suatu revolusi proletariat untuk menciptakan masyarakat komunis, yakni masyarakat tanpa kelas sosial. Pemahaman tersebut menjadikan komunisme/marxisme menjadi ideologi perjuangan buruh.

Ilustrasi oleh Ulwan SZ.

Komunisme ataupun Marxisme merupakan ideologi politik, namun dibanding mengenal komunisme sebagai suatu ideologi politik, kita selalu mengenal komunisme sebagai suatu doktrin yang menjadi musuh agama, dan cenderung melihat komunisme melalui paradigma moral dan mengasosiasikannya dengan iblis, jahat, pembunuh, anti tuhan, dan berbagai predikat menakutkan lainnya. Predikat-predikat tersebut muncul tidak lain dikarenakan kiprah dari partai komunis yang sempat menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, yakni Partai Komunis Indonesia atau “PKI”. Pasca berdirinya Republik Indonesia, PKI tercatat melakukan dua pemberontakan, yakni pemberontakan PKI Madiun pada 1948, dan G30S PKI pada 1965 yang menjadi akhir dari partai ini sendiri. Tragedi yang kelam dalam sejarah Indonesia dengan pembunuhan terhadap tujuh Jenderal dan korban lainnya yang tak terkira jumlahnya. Sejak saat inilah “kata” PKI dan Komunisme selalu mengandung konotasi negatif hingga hari ini.

Komunisme tidak hanya menjadi musuh di Indonesia, melainkan menjadi musuh seluruh negara-negara blok liberal kapitalis seperti negara-negara kapitalis di eropa dan Amerika Serikat tentunya. Amerika bahkan secara khusus memberlakukan kebijakan politik containment (pembendungan) untuk mencegah penyebaran komunisme di luar negeri. Kebijakan ini merupakan tanggapan atas serangkaian tindakan Uni Soviet untuk memperbesar pengaruh komunis di Eropa Timur, Tiongkok, Korea, Afrika, dan Vietnam. Politik pembendungan ini terus dilancarkan oleh Amerika Serikat selama berlangsungnya Perang Dingin. Pembendungan ini dijalankan dengan memberikan bantuan ekonomi maupun militer kepada negara-negara agar tidak mendukung atau bergabung dengan blok komunis.

Komunisme merupakan bagian integral dari persaingan politik blok barat dan blok timur di masa itu, sehingga narasi terhadap komunisme dan kapitalisme bersifat sangat politis dan subyektif, yang pemaknaannya tidak dipahami secara menyeluruh dan masih mengakar hingga hari ini, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sekalipun Perang Dingin sudah lama berakhir, blok barat dan blok timur sudah tidak begitu relevan dan Uni Soviet sebagai pusat kekuatan komunisme sudah lama bubar. Salah satu penyebabnya adalah pemerintah Indonesia pasca G30S PKI memiliki otoritas terhadap penguasaan narasi tunggal mengenai PKI dan Komunisme yang kemudian di legalisasi melalui TAP MPRS pasal 2 dan 3 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, yang berbunyi;

Pasal 2

Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta Media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.

Pasal 3

Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR, diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.

Dalam pasal-pasal tersebut, dapat dilihat kontrol pemerintah atas narasi komunisme, dengan melarang penyebaran dan pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta Media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut. Selain itu, pemerintah pada masa Orde Baru juga mengontrol pendidikan dengan pasal 3, sehingga hanya dapat dipelajari di Universitas “dalam rangka mengamankan Pancasila”, dan diperkuat dengan redaksi “dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan”, sehingga dengan ini, makna atas komunisme berada dalam kuasa tunggal pemerintah, dan hanya dapat dipelajari dengan izin pemerintah. Kebijakan ini sangat efektif dalam pembangunan image dari komunisme seperti yang kita kenal hari ini tertanam dalam pemikiran mayoritas masyarakat. Komunisme, seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, digambarkan sebagai iblis, jahat, pembunuh, dan seterusnya melalui berbagai cara termasuk lewat dunia pendidikan.

Tanpa bermaksud membenarkan tindakan PKI dan melegitimasi ideologi komunisme, misinterpretasi dari komunisme dapat menimbulkan resiko, seperti pendangkalan intelektualitas masyarakat, dan kondusifitas keadaan masyarakat. Masyarakat cenderung mudah mempercayai isu kebangkitan PKI, penyerangan brutal oleh PKI di suatu wilayah, menyusupnya PKI dalam pemerintahan, dan isu-isu meresahkan lainnya. Berbagai isu “pabrikan” mengenai kebangkitan PKI ini selalu ramai digaungkan pada masa pemilu untuk mendiskreditkan salah satu kubu tertentu, mendelegitimasi pemerintah yang berkuasa atau suatu partai tertentu, yang dapat memecah persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Kebangkitan komunisme sangat sulit dipercaya dan sangat kecil kemungkinannya terjadi, dan masyarakat seharusnya tidak mudah dibuat panik oleh isu-isu demikian.

Kebangkitan PKI ataupun komunisme, sangat sulit, bahkan mustahil terjadi dikarenakan berbagai alasan, seperti sudah tidak adanya “blok komunis” yang menjadi pusat kekuatan, sudah tidak dipercayanya sistem komunisme dengan kegagalan-kegagalan yang dialami negara-negara yang menerapkannya, kapitalisme yang kian dinikmati masyarakat dunia dengan berbagai kemajuan dan inovasi yang telah terlihat, serta yang paling vital adalah hak milik pribadi yang terkesan “mustahil” untuk dihapus.

Mengacu kepada negara-negara di dunia yang masih memiliki “citra” komunis, komunisme hanyalah narasi yang pudar jika dilihat dari implementasi sistem bernegara dari negara-negara tersebut, sudah sangat jauh dari prinsip-prinsip komunisme dari Marx dan Engels, Lenin bahkan Stalin, sebagai contoh, kita dapat melihat Tiongkok. Tiongkok masih dikuasai oleh Partai Komunis Tiongkok sebagai partai tanpa oposisi, namun secara praktek bernegara, tidak bisa dipungkiri bahwa Tiongkok sudah sangat kapitalistik, prinsip-prinsip ekonomi kapitalisme “khas” Tiongkok yang sering disebut sebagai state capitalism sudah membawa Tiongkok menjadi negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia, namun alih-alih mengikuti konsep masyarakat komunis, masyarakat tanpa kelas komunisme, ketimpangan pendapatan di Tiongkok tergolong tinggi, bahkan lebih tinggi dari Indonesia, yang sudah menunjukkan bahwa terdapat “kelas sosial” dan ketimpangan yang bukan merupakan prinsip dan janji komunisme, bahkan konstitusi Tiongkok juga telah dirubah untuk mengakui hak milik pribadi yang “diperangi” komunisme.

Negara lain yang masih memiliki citra komunis adalah Laos. Tidak berbeda jauh dengan Tiongkok, Laos yang sempat melabeli diri sebagai negara dengan prinsip Marxisme ini juga kini telah mengizinkan hak kepemilikan pribadi di sejumlah sektor, bahkan Laos juga sudah bergabung dengan World Trade Organization (WTO). Selain dua negara tersebut, masih ada Vietnam dan Kuba yang masih memiliki citra komunisme, yang kini juga ekonominya sudah mulai kapitalistik, yang semakin melegitimasi keruntuhan fondasi-fondasi komunisme sebagai ideologi, komunisme di era ini cenderung terlihat sebagai hiasan dan tidak pernah benar-benar diimplementasikan.

Sekali lagi, komunisme seperti pemaparan di atas merupakan ideologi politik, bukan suatu aliran agama, ataupun aliran spiritual anti agama, hal inilah yang masyarakat seringkali tidak dapat membedakannya. Komunisme dipahami sebagai aliran anti tuhan yang ingin memusnahkan agama, bukan sebagai ideologi politik lawan dari liberal kapitalis, yang dimana pemahaman ini perlu diluruskan. Komunisme memang memiliki relasi yang buruk dengan agama, jika melihat “nabi” dari komunisme Karl Marx yang kontra terhadap agama dalam pemikiran-pemikirannya, “agama adalah candu”, “masyarakat akan maju jika meninggalkan agama” adalah kutipan-kutipan yang memperjelas posisi Karl Marx dalam aspek spiritualitas, namun tidak menjadikan komunisme dalam hal pemikiran politik serta merta sebagai lawan dari agama. Sebagai contoh, kita dapat melihat tokoh komunis di Indonesia sendiri, yang memiliki latar belakang agama yang kuat, seperti Tan Malaka, Haji Misbach, Haji Ahmad Chatib, dan Haji Muhammad Noer yang menduduki peran sentral di PKI, bahkan Haji Ahmad Chatib sempat menjadi Presiden PKI di Banten sekaligus penasihat agama sedangkan Haji Muhammad Noer sempat menduduki jabatan sebagai ketua PKI cabang Kramatwatu, Banten.

Kepanikan masyarakat terhadap kebangkitan PKI merupakan sisi yang sangat berpotensi untuk dieksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menimbulkan keributan. Lemahnya kemampuan kebanyakan masyarakat dalam menyaring berita di sosial media dapat memperparah keadaan, ditambah dengan lemahnya juga pemahaman masyarakat terhadap komunisme dan literasi politik dapat membuat kebangkitan PKI menjadi sesuatu yang tampak masuk akal, bahkan dianggap sebagai ancaman yang nyata sekalipun fakta menunjukkan bahwa keadaan politik global sangat tidak memungkinkan hal tersebut untuk terjadi. Kebangkitan PKI selalu menjadi “momok” yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia dikarenakan sejarah kelam berdarah yang mengikutinya, namun masyarakat harus mulai mempertimbangkan kebangkitan PKI adalah “momok” jenis apa, momok dalam artian sesuatu yang menakutkan karena berbahaya, ganas, dan sebagainya, atau momok dalam artian hanya hantu untuk menakut-nakuti anak.

Comments (0)
Add Comment