Santong, KLU— Sukses pada dua acara bertajuk NGOBAT (Ngobrol Bareng Tokoh) sebelumnya, Karang Taruna Desa Santong (KTDS) kembali menggelar acara ketiga dengan tema “Wisata Desa Santong, Apa Kabar?” . Narasumber dalam acara ini adalah pihak pemangku kebijakan juga pengembangan masyarakat pada sektor pariwisata, yaitu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Utara, Vidi Eka Kusuma dan Manager Community Development Geopark Rinjani, Fathul Rakhman. Dimoderatori langsung oleh Yundari Amelia Chandra selaku Koordinator Regional Duta Damai NTB. Acara ini digelar pada (Minggu,04/07/21) yang bertempat di Kedai Bumdes Santong Jaya, KLU.
Tema kali ini ditujukan untuk menata kembali wisata di Desa Santong yang pengelolaannya mati suri, terutama sejak gempa yang melanda KLU pada tahun 2018 silam. Desa yang masuk dalam wilayah KPH Rinjani Barat yang juga geosite ini memiliki puluhan air terjun dan dijuluki sebagai Kingdom of Waterfall. Air terjun tertinggi yang ada di Pulau Lombok juga berada di desa ini. Tetapi pengelolaan pada potensi tersebut belum optimal, sehingga belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat. Ditambah lagi dengan permasalahan Pokdarwis yang belum jelas, karena dikabarkan terdapat tiga kelompok dan kinerjanya dipertanyakan. Serta perangkat desa yang cenderung mengabaikan potensi-potensi yang ada.
Peserta berasal dari seluruh ketua organisasi di Desa Santong, KKN Tematik Universitas Mataram, Pokdarwis, dan lainnya. Pada sesi diskusi, Vidi menjelaskan kondisi pariwisata di KLU saat ini angka kunjungan wisatawannya nol, hal itu membuat lumpuhnya berbagai penunjang pariwisata. Menurut Vidi Desa Santong memiliki kesempatan yang sangat besar untuk dijadikan Desa Wisata, mengingat besarnya potensi yang dimiliki. Sedangkan Fathul memberi catatan untuk masyarakat Desa Santong agar mulai membenahi diri, dimulai dengan memberi penunjuk jalan menuju lokasi air terjun dari rest area Kayangan. Juga banyak bercerita tentang berbagai program pengembangan yang didampingi oleh pihaknya.
Tanggapan dari peserta lebih kepada kepengurusan Pokdarwis yang saat ini masih simpang siur dan pihak pemerintah desa yang tidak tergugah untuk mengembangkan potensi wisata di Desa Santong. Terlebih saat acara tidak satupun pihak desa yang menghadiri acara tersebut, padahal masyarakat membutuhkan klarifikasi dan menginginkan kebangkitan pada sektor tersebut.
Sebagai penutup, Desa Santong digadang-gadang menjadi lokasi Jambore Fotografi Air Terjun. Tetapi hal ini akan dibicarakan dan dipertimbangkan dengan berbagai pihak terkait. Hal ini diharapkan dapat menjad penanda bangkitnya sektor pariwisata di Desa Santong.