Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Lombok Timur (Lotim), melaksanakan pelatihan Moderasi Beragama yang menyasar para kader dan pemuda – pemudi di kabupaten lombok timur. Pelatihan tersebut mengambil tema “Moderasi Beragama bagi Kader dan Pemuda Lombok Timur” bertempat di Pondok Queen Mamben, Kecamatan Wanasaba, Senin (26/12/2022).
Ketua Lakpesdam NU Lombok Timur, Suriadi, M.Pd yang juga merupakan anggota Duta Damai Dunia Maya NTB, selaku pelaksana kegiatan dalam sambutannya menyampaikan pentingnya kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu media pembelajaran bagi generasi muda yang tidak lepas dari menjalin interaksi di media sosial, serta pentingnya bijak dalam berkomunikasi dan menjunjung tinggi toleransi. “Kita mau membentuk kader early warning yang mampu mendeteksi dini terjadinya potensi konflik SARA di wilayah” sebutnya.
Dijelaskan Suriadi, tujuan dari pembelajaran dan pelatihan moderasi beragama ini, yakni menciptakan kerukunan dan keamanan di wilayah Lotim khususnya yang berkaitan dengan isu keagamaan, yakni mensosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada semua kader dan pemuda di kabupaten lombok timur. Serta membangun dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberagamaan yang moderat dan toleran di kalangan masyarakat kabupaten Lombok Timur.
“Harapan kita melalui kegiatan ini, pemuda dan peserta sebagai simpul peserta harus bisa menetralisir kondisi saat ini, agar bisa hidup berdampingan sesama beragama maupun antar umat beragama, juga antar golongan organisasi, adalah yang terpenting dari keberagaman kita sebagai sesama umat manusia yang tinggal di negara yang sama terlebih lagi di daerah yang sama,” tuturnya.
Lebih lanjut Suriadi menjelaskan “Moderasi beragama” sebagai praktek keberagamaan dan sosial-kultural di tanah air bukanlah hal baru. Masyarakat Indonesia memiliki modal sosial dan kultural yang cukup kuat dan mengakar terkait hal ini. Kita biasa bertenggang rasa, toleran, menghormati persaudaraan, dan menghargai keragaman.
“Boleh di kata, nilai-nilai fundamental seperti itulah yang menjadi fondasi dan filosofi masyarakat di Nusantara dalam menjalani moderasi beragama, Nilai itu ada di semua agama karena semua agama pada dasarnya mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang sama,” jelasnya.
Dalam konteks diskursus keberagamaan Islam di Indonesia, lebih jauh di jelaskan Suriadi, ada banyak istilah yang secara substansi memiliki visi-misi dan semangat yang sama dengan istilah moderasi beragama, antara lain ‘Islam Rahmatan lil Alamin’, ‘Islam Nusantara’, ‘lslam berkemajuan’, ‘Islam wasathiyah’, ‘Islam berkebudayaan’, dan lain sebagainya.
“Sebagai wacana publik di tingkat nasional bahkan di kancah global, moderasi beragama telah menggaung dengan cukup kuat paling tidak dalam 2 dasawarsa belakangan ini,” imbuhnya.
Kegiatan ini juga menghadirkan beberapa tokoh di antaranya, Ketua Mustasyar PC NU Suhardi, M.Pd, yang didaulat membuka acara, kemudian Tokoh Masyarakat Syaifudin Zuhri, Ustadz Abdullah Pimpinan ponpes As Sunnah Bagik Nyaka, serta peserta dari kader Pemuda Lombok Timur, NU, Muhammadiyah, As-sunah, dan kepemudaan lainnya.
Acara pelatihan dilanjutkan dengan materi pelatihan; Moderasi beragama, upaya meminimalisir konflik SARA di Lombok Timur disampaikan Kemenag Lombok Tim; Peta Konflik di Lombok Timur, oleh Kapolres Lombok Timur; Teori dan praktik early warning : sistem dalam konflik sosial berbasis agama oleh DR. Lukman Hakim, M.Pd; Praktik baik moderasi beragama di NTB PW. Oleh Lakpesdam NU NTB.
Sebagai informasi bahasan, Kementerian Agama RI mencanangkan tahun 2019 sebagai tahun moderasi beragama, dan Pemerintah Indonesia berkomitmen menempatkan moderasi beragama sebagai bagian tak terpisahkan dari ‘revolusi mental’ dan kebudayaan yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Tentu saja, informasi dan berita terkait perkembangan moderasi beragama ini menarik dan penting di tengah wacana terorisme global yang juga belum surut. Dalam diskursus moderasi beragama yang dirumuskan oleh Kementerian Agama, paling tidak ada empat core yang menjadi substansi dan bahasan utama, yaitu toleransi, anti kekerasan (eksklusivisme dan terorisme berbasis agama), penguatan wacana kebangsaan, dan akomodatif terhadap agama dan tradisi lokal.
Namun, Kementerian Agama menegaskan bahwa wacana moderasi beragama bukanlah wacana final dan tidak boleh ada penafsir tunggal atas wacana tersebut. Diskursus moderasi beragama adalah wacana terbuka yang sangat mungkin—bahkan perlu untuk dikritisi, disempurnakan, ditambah, dikurangi, bahkan direvisi agar mampu mengakomodir semua kepentingan anak bangsa, tentunya dengan catatan untuk memperkuat persaudaraan dan kebersamaan kita sebagai bangsa.
Dalam rangka penguatan moderasi beragama ini, Kementerian Agama melakukan 3 strategi utama, yakni: pertama, sosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh lapisan masyarakat.Kedua, pelembagaan moderasi beragama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat; dan ketiga, integrasi rumusan moderasi beragama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-20244.**
Penulis: Maia Rahmayati