Selain peristiwa-peristiwa besar lain yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW, Hijrahnya Rasulullah juga memiliki makna penting dan besar bagi umat Islam. Dalam buku “Muhammad Hijrah to Medina” karya Zhaenal Fanani, Hijrah secara etimologis berarti pergi, menjauh, dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pada saat yang sama, dalam tradisi Islam, hijrah adalah migrasi (migrasi) Nabi Muhammad dari Kota asal (Mekah) ke Kota tujuan di Yatsrib (Madinah) untuk menyelamatkan umat muslim dari bentuk perbudakan dan ketidakadilan.
Adapun bentuk kejahiliyahan itu terlihat dalam banyak hal, antara lain dari aspek kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lawan jenis. Seperti contoh dalam hal pernikahan yang dilakukan dengan cara; wanita menancapkan bendera di depan rumah. Ini merupakan tanda untuk mempersilahkan bagi laki-laki siapa saja yang ingin ‘mendatanginya’ (menyetubuhinya). Jika sampai melahirkan, maka semua yang pernah melakukan hubungan dikumpulkan dan kemudian diundang seorang ahli nasab untuk menentukan siapa bapak anak tersebut, apapun hasilnya seorang bapak harus menerimanya meskipun kumpul kebo. Sehingga dalam banyak hal, wanita terdzalimi. Sampai yang tidak berdosapun merasakan kedzaliman itu, seperti bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup karena takut miskin dan hina.
Oleh karena itu, Nabi memutuskan untuk pindah ke Madinah untuk membentuk visinya pada saat itu, untuk menghormati dan mengubah situasi saat itu. Adapun Visinya adalah berdakwah kepada manusi karena jika diperhatikan dari hadits nya mengungkapkan bahwa, “Saya dikirim untuk memperbaiki akhlak manusia”. Sehingga dapat dilihat dalam artian bahwa martabat manusia ditentukan oleh akhlak. Selanjutnya untuk mewujudkan visi, terlebih dahulu Rasulullah Saw merumuskan misi yakni langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai visi. Adapun misi Rasulullah Saw adalah “amar ma’ruf nahi mungkar”. Rasulullah Saw mengajak orang-orang untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan larangan. Metoda yang digunakan Rasulullah Saw pun sangat sederhana dengan hijrah terlebih dahulu ke Madinah karena pada saat itu ketika masih di Makkah, orang-orang makkah tidak dapat diatur dan selalu bertolak belakang dari kebajikan. Sehingga salah satu cara terbaik yakni hijrah. Barulah kemudian sejarah ini masih diingat sebagai Periode Hijriah dan berakhir dengan penaklukan Mekkah pada tahun (630 M).
Dari peristiwa sejarah itu, kata Hijriah memberikan makna mendalam bagi umat Islam. Hijrah memiliki banyak arti jika dikaitkan dengan situasi saat ini. Pengertian hijrah secara bahasa dikutip dari Ahzami Samiun Jazuli DR, kitab Hijrah Pandangan Al-Quran hijrah dari syirik juga termasuk hijrah yang baik. Kemudian, pergi dari satu daerah ke daerah lain juga disebut Hijrah.
Dilihat dari makna kata, Hijrah merupakan kebalikan dari kata alwashal. Hajarahu, yahjuruhu, hijran dan hij, ra, yang berarti keputusan, sedangkan yahtajiran atau yatahajaran berarti saling meninggalkan. Sehingga dapat diketahui bahwa, hijrah memiliki makna penting dalam konteks bermasyarakat maupun bernegara dimana kita dituntut untuk senantiasa meninggalkan sifat-sifat intoleran, kebencian maupun sikap-sikap keburukan lainnya.
Dari peristiwa itu pula, banyak hikmah nan pelajaran yang bisa dipetik dalam konteks bermasyarakat maupun bernegara karena hijrahnya Rasulullah tak terlepas dari persatuan, politik, dan kerukunan antar suku, ras, maupun golongan pada saat itu. Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang hidup dalam keberagaman, berikut adalah hikmah yang dapat diambil dari momen langka tersebut.
Hikmah yang bisa anda petik dalam hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah adalah terbangunnya persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor. Peristiwa itu dapat kita resapi sebagai momen bersatu untuk membangun sebuah kenegaraan, peradaban yang utuh dan tentram, singga diharapkan melalui peristiwa itu masyarakat Indonesia mampu menebarkan benih-benih kebajikan dalam bermansyarakat dan bernegara. Terlepas dari itu, telah dijelaskan juga oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md untuk menyerukan agar momentum Tahun Baru Islam atau 1 Muharram 1443 H menjadi pembangkit optimisme dan harapan masyarakat Indonesia untuk bersatu. Dalam kutipan langsung yang dia sampaikan, ia berpesan agar masyarakat senantiasa membangun persaudaraan antar sesama tanpa membeda-bedakan ras, suku, maupun golongan dalam berbangsa dan bernegara.
Sehingga dengan momentum tahun baru islam ini, yakni hijrahnya Rasulullah ke Madinah dapat diambil pelajaran bahwa anda, kita semua harus mampu bersatu terlebih pada saat pandemi Covid-19. Momentum hijrah harus mampu sama-sama kita maknai sebagai pola maupun praktik adaptasi terhadap kebiasaan baru untuk melakukan pola hidup lebih bersih dan sehat serta tetap produktif. Saya, anda, dan kita semua harus memiliki keyakinan yang sama dalam memaknai peristiwa hijrahnya Rasulullah untuk menebarkan nilai-nilai kebajikan dan persatuan. Terutama dalam mewujudkan Indonesia yang maju, sehat dan sejahtera.
Penulis : Ali
Ilustrasi : Ulwan