free page hit counter

Sesait, KLU—Tepat hari ini (21/08/21), Desa Sesait yang telah terbentuk sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia berusia 126 tahun. Sesait merupakan salah satu desa yang didirikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk memperkuat wilayah kekuasannya pada tahun 1895. Saat ini, Desa Sesait termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU).Menurut profil desanya, Sesait berarti Si Sayid, yaitu nama seorang ulama yang datang ke daerah tersebut untuk melakukan syiar agama Islam pada tahun 1800-an. Sebabnya, perkembangan agama Islam sangat pesat dan meninggalkan monumen bernama Bale Kampu dan Masjid Kuno. Namanya pun diabadikan sebagai nama desa dan disebut Sesait hingga saat ini.Dalam rangka memperingati hari jadinya, Sesait mengadakan serangkaian acara pada Jumat 20 Agustus 2021. Salah satunya adalah Seminar Adat dan Budaya Wet Sesait yang bertema “Melawan Lupa”. Narasumber utama dalam acara tersebut adalah sesepuh Wet Sesait yang juga merupakan mantan Pemusungan atau Kepala Desa Sesait tahun 1979-1987 dan 1988-2006, H. Djekat. Acara tersebut juga merupakan ajang silaturrahmi para tokoh adat Wet Sesait seperti penghulu desa, jintaka, mangku desa, pemuda, dan lain sebagainya. Seminar tersebut digelar di Pondok Pesantren Al- Ikhwan dan dihadiri oleh berbagai elemen, termasuk perwakilan dari luar Desa Sesait seperti Santong, Santong Mulia, Pendua, Kayangan, dan sebagainya. Membuka acara tersebut, Kepala Desa Sesait Susianto mengucapkan terima kasihnya kepada Karang Taruna Desa Sesait yang telah menginisiasi acara yang sangat menarik. “Kami apresiasi kawula muda atau karang taruna dalam rangka menyatukan versi persepsi terutama kita yang satu rangkaian adat (Wet Sesait) agar tidak terjadi mispersepsi yang dapat menyebabkan misaplikasi” tambahnya.Selain sebagai ajang silaturrahmi, tujuan diadakannya acara tersebut juga untuk merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan adat dan budaya yang nantinya akan ditampung dan dipertimbangkan oleh Pemerintah Desa Sesait. Mengingat ada beberapa hal yang memang perlu diselaraskan, terutama pada tingkat dusun (kepala dusun disebut keliang).H. Djekat merupakan tokoh yang sangat dihormati oleh warga Sesait dan memiliki peranan secara historis dalam dinamika pembangunan desa tersebut, mengingat lamanya menjabat sebagai pemusungan. Menggabungkan antara Bahasa Indonesia dan Sesait, H. Djekat menyampaikan berbagai hal berkenaan dengan adat dan budaya Sesait secara umum. Menurutnya definisi antara adat, budaya, dan tradisi harus bisa dibedakan dan dipahami dengan benar oleh masyarakat. Selain itu keberagaman itu sangat penting, adat tidak perlu diseragamkan, justru perbedaan yang ada perlu kita junjung tinggi. Baginya apa yang menjadi adat, budaya, dan tradisi mereka harus mencerminkan nilai-nilai keagamaan. Apabila ada tradisi yang kurang relevan dengan agama Islam, maka perlu ditinjau kembali. Tetapi adat budaya yang sesuai harus dilestarikan. Salah satu tradisi yang perlu ditinjau kembali adalah “begocek” (menyabung ayam) di sawah saat musim kemarau tiba. Tradisi tersebut sudah tidak dilakukan lagi oleh Wet Sesait saat masa pemusungan H. Djekat.Untuk diketahui, Desa Sesait juga termasuk wilayah yang menganut islam Wetu Telu seperti di Bayan. Tetapi Djekat menegaskan bahwa bukan waktu salat yang dimaksud telu atau tiga tetapi cara beribadah mereka. Telu (tiga) yang dimaksud ada beberapa tafsiran, salah satunya berarti sesungguhnya telu, yaitu: Allah, Muhammad, dan Adam. Pada sesi penutup, Susianto menambahkan, filosofi budaya Sesait sangat kompleks, Islam masuk ke desa ini tidak mungkin diterima tanpa medium budaya. Budaya inilah yang harus dijunjung tinggi, dahulu Nusa Tenggara dan sekitarnya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bali. Jadi Sesait setidaknya memiliki kesamaan dengan Bali, contohnya desain atap masjid yang menyerupai pura. Hal tersebut merupakan upaya para pendahulu Sesait untuk mengelabui orang Hindu-Buddha agar tidak dijajah. Karena dahulu Islam merupakan agama minoritas.Diskusi pada seminar tersebut berjalan cukup baik, peserta aktif menanggapinya. Tak hanya dari Sesait, perwakilan dari desa lain pun turut berkomentar. Acara pun ditutup dengan foto bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *