Pada hari kedua, Rabu 28 Desember 2022, Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) Duta Damai Dunia Maya 2022 diawali dengan pelaksanaan Workshop. Sebelum dimulainya materi, Kolonel Pas. Sujatmiko selaku Kasubdit Kontra Propaganda BNPT RI, memberikan sambutan.
Ia mengingatkan pada seluruh anggota Duta Damai agar momen Rakornas dijadikan sebagai ajang mawas diri. Hal tersebut dianggap baik untuk melangkahkan kaki menapaki perjalanan selanjutnya.
“Saya minta untuk anggota supaya menjadikan momen ini sebagai momen untuk mawas diri, agar kita jadi lebih baik lagi,” pesannya.
Kasubdit Kontra propaganda juga mengingatkan bahwasanya tugas bersama di bawah naungan BNPT yaitu melakukan pencegahan. Cara-cara yang dilakukan dalam pencegahan pun harus jauh dari cara-cara kekerasan.
“Artinya kalau pencegahan ya pencegahan yang bersifat soft dan pendekatan yang smart. Jauh dari kekerasan, karena BNPT bukan badan penindak secara hukum,” jelas Kolonel Pas. Sujatmiko.
Kang Maman Suherman menjadi pengisi materi sesi pertama Workshop dengan membawa tema “Peran an Penggunaan Media dalam Memberikan Pemahaman Toleransi dan Moderasi Beragama”.
Ia menyebut generasi milenial memiliki dua satus kewarganegaraan, berbeda dengan generasi sebelumnya yang hanya memiliki satu kewarganegaraan. Dua status kewarganegaraan yang dimaksud Kang Maman ialah Kewarganegaraan Indonesia, yang dimiliki juga oleh generasi sebelumnya.
Pembedanya ialah generasi milenial memiliki status warganet yang menjadi identitas keduanya. Di mana media sosial juga menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya generasi milenial.
Pegiat Literasi itu pun mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Jemari mesti dijaga sebelum mempublikasikan sesuatu, sebab akan menjadi jejak yang sulit untuk dihilangkan.
“Di media sosial, ada tiga hal yang tidak boleh dilupakan. Tetap soft, smart dan mind safe. Tiga hal ini harus dimunculkan. Jadi hati-hati dengan jempol kita. Kalau kita salah saja, kemudian di capture, itu tidak akan hilang sama sekali,” terangnya.
Oleh sebab itu penting untuk berhati-hati dalam menyatakan sesuatu di media sosial. Rekam jejak (jejak digital) tersebut bisa suatu ketika bisa menjadi senjata yang digunakan untuk menjatuhkan oleh pengguna lainnya.
Di satu sisi, media sosial merupakan medium yang mudah dan murah untuk menjajakan sesuatu. Hal itu yang perlu dimanfaatkan dengan menjual gagasan tentang kerukunan dalam kemajemukan.
“Maka perlu menciptakan Novum Habitus (prilaku baru). Pengalaman hidup berbhineka lebih menarik untuk dibagikan di media sosial agar menjadi perekat, bukan peretak,” sebut Kang Maman.
Kang Maman menyebut bahwa kemampuan dalam menghargai perbedaan mesti ditingkatkan saat berselancar di media sosial. Ia sendiri menyebut kemampuan tersebutlah yang namanya toleransi dan moderasi.
“Ini yang harus kita jual betul, prilaku baru tentang bagaimana mengakui keberagaman. Lalu kalau berbeda boleh dong? Boleh. Menjadi radikal pun boleh? Ntar dulu. Kan kita punya komitmen bersama, yaitu NKRI, UUD dan Pancasila,” terangnya.
Menurut Kang Maman, berbeda itu memang boleh dan tidak bisa dielakkan. Setiap individu memiliki keunikan dan suatu hal yang membedakannya dengan individu lain.
“Anak kembar sekalipun ada tuh perbedaannya,” tegas Kang maman.
Ia juga mengingatkan bahwa hal pokok menjadi anggota Duta Damai tidak terletak pada kata ‘Duta’-nya. Pokok utama terletak pada kata ‘Damai’-nya itu sendiri.
“Duta bisa dicabut kapanpun, tapi damainya itu yang menjadi kunci. Harus sabar, harus damai terus-menerus. Kalaupun sudah bukan duta, harus tetap menjaga perdamaian. Jangan hanya karena diangkat BNPT lalu jadi damai, selesai itu tidak damai lagi. Kan gak gitu,” terangnya.
Pada sesi kedua, Brigjen Pol. R Ahmad Nurwakhid yang menjadi pengisi. Direktur Pencegahan BNPT ini membawa tema “Pencegahan Paham Radikal Terorisme melalui Pendekatan Kebangsaan dan Strategi Pencegahan Terorisme bagi Duta Damai Dunia Maya” untuk disampaikan.
Ia menyebutkan ketauhidan Tuhan semua orang itu sama, untuk itulah disebut Tuhan Yang Maha Esa. Menurutnya perbedaan hanya pada tataran konsep Ketuhanan. Ia pun mencontohkan salah satu Ulama besar yang mengenalkan Tuhan melalui kesenian.
“Ulama besar Maulana Jalaluddin Rumi mengenal Tuhannya melalui seni. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan Maha Seni. Bahkan Tuhan menciptakan sidik jari manusia berbeda-beda, tidak ada yang sama,” tuturnya.
Pada sesi ketiga, Narasumber yang dihadirkan merupakan Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian. Di mana Dr. Noor Huda Ismail memberikan bekal Capacity Building.
Dr. Noor Huda juga menayangkan video dokumenter terkait kericuhan dan tindak terorisme dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari awal mula pemicu konflik di Poso hingga pelaku bom bunuh diri yang berjejaring langsung dengan ISIS.
Usai diskusi bersama Dr. Noor Huda, kegiatan hari ketiga ini kemudian ditutup dengan penyampaian laporan kegiatan selama satu tahun terakhir dari masing-masing regional Duta Damai se-Indonesia.