free page hit counter

MATARAM- Upaya membendung berkembangnya paham radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB mengumpulkan para pendidik.
Lembaga ini menggelar dialog Moderasi dari Sekolah bertema “ Internalisasi Nilai-Nilai Agama dan Budaya di Sekolah Dalam Menumbuhkan Moderasi Beragama”.
Masa pandemi Covid-19 tidak harus membuat kita semua lengah terhadap penyebaran virus radikalisme dan terorisme. Bahkan di masa pandemi seperti saat ini, kewaspadaan terhadap radikalisme dan terorisme harus tetap ditingkatkan. Ini karena aktivitas penyebaran faham dilakukan pula lewat jejaring internet dan dunia maya.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Seksi Partisipasi Masyarakat Deputi Pencegahan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Letnan Kolonel TNI AL Setyo Pranowo, dalam pemaparannya.
Jejaring online menjadi jalur indoktrinasi yang cukup efektif, di beberapa kasus banyak sekali yang ternyata proses penyebaran faham dan rekrutmen anggotanya dilakukan secara daring, lanjutnya.
Terhitung sejak awal 2020, tepatnya 1 Juni hingga 12 Agustus, terdapat sebanyak 72 kasus penangkapan pelaku kejahatan ini.
“Jangan dikira di masa pandemi ini radikalisme dan terorisme tidur. Mereka terus beraktivitas,” katanya.
Menurutnya, pola daring yang diterapkan pemerintah untuk proses belajar mengajar di masa pandemi ini mengharuskan para orang tua lebih awas dan tetap mendampingi serta mengawasi anak-anaknya.
Setyo juga membahas tentang eksistensi terorisme. Hampir di semua agama memiliki penyakit serupa.
Di dalam agama Kristen Protestan misalnya, ada yang menyebut dirinya Army of God, di agama Katolik ada Irish Republican Army.
Pun di agama Yahudi, kelompok teroris ini berbalut faham Zionis. Sementara dalam agama Hindu ada Rashtriya Swaymsevk Sangh. Lalu dalam Islam ada yang dikenal dengan kelompok ISIS.
“Jangan sampai kemudian terorisme dan radikalisme ini selalu diidentikkan dengan Islam,” pungkasnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan perlunya upaya moderasi dari sekolah. Upaya ini tidak lain untuk memberi pemahaman terhadap kalangan pelajar tentang ajaran agama yang benar. Karena para pelajar ini adalah masa depan bangsa.
Tidak hanya ajaran agama, nilai-nilai kearifan budaya juga disebutnya banyak mengajarkan kebaikan. Lewat pemahaman ajaran agama dan budaya yang benar diyakini semua komponen sekolah bisa terhindar dari faham radikalisme dan terorisme.
Terkait dengan hal tersebut, Setyo mengingatkan, pentingnya melibatkan guru agama di sekolah. Karena guru agama memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman kepada para peralajar terkait ajaran agama yang benar. Jadi jika guru agama tidak memahami ajaran agama dengan utuh, bukan tidak mungkin potensi anak didik terpapar radikalisme dan terorisme lebih mudah.
Ketua Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) NTB, HL Syafii mengatakan, kegiatan ini diniatkan sebagai bentuk atensi preventif.
Di NTB, jelasnya, ada sekitar 50 ribu orang guru tingkat TK/SD. Dari jumlah itu jika memiliki pemahaman dan frekuensi yang sama terkait masalah terorisme dan radikalisme, dipastikan bisa meberangus bibit kedua faham tersebut. Ini karena pahaman agama kerap kali jalur transformasinya melalui guru agama di sekolah.
Andai nilai agama dan budaya bisa dimaknai dengan benar, dipastikan anak-anak pelajar di NTB selamat dari faham radikal dan terorisme.
“Coba lihat Jepang. Mereka sangat menghargai bahasa dan budaya mereka sendiri. Mereka maju karena budayanya. Kita ini perlu meniru mereka dan tidak perlu malu,” ucapnya.
Pihaknya mengaku bersyukur, lewat FKPT saat ini, kantong-kantong teroris di NTB mulai sedikit demi sedikit tergerus. Bukan saja karena kegiatan preventif yang dilakukan pihaknya, tapi juga masyarakat mulai sadar denga bahaya faham tersebut. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *