Mataram-Membumikan pesan-pesan perdamaian menjadi misi utama pemuda yang tergabung dalam organisasi Duta Damai Dunia Maya NTB. Pada peringatan hari perdamaian internasional yang jatuh pada Selasa 21/09/21 kemarin, organisasi perpanjangan tangan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini mengadakan acara di Sekretariat Duta Damai NTB, Gomong, Mataram. Mengangkat toleransi dan moderasi beragama, acara tersebut dibungkus dalam diskusi lintas agama bertema World Peace Day: Solidaritas Untuk Indonesia Damai.
Sebagai mitra strategis BNPT 13 Provinsi di Indonesia, Duta Damai memang harus aktif dalam menangkal radikalisasi. Tak hanya berkiprah di dunia maya, organisasi kumpulan anak muda penggiat narasi positif ini juga kerap terjun langsung di tengah masyarakat. Tahun lalu peringatan serupa digelar di Desa Merce, Kecamatan Narmada dan bertajuk Harmony Pandamai. Tahun ini dengan adanya pembatasan kegiatan masyarakat, Duta Damai NTB tetap melaksanakannya tetapi menyesuaikan dengan aturan yang ada.
Di tengah keterbatasan di masa pandemi, acara tersebut digelar dengan dua metode, yaitu luring dan daring. Para pemateri dari luar daerah atau peserta yang berhalangan hadir mengikuti acara tersebut melalui aplikasi Zoom Meet. Sedangkan beberapa peserta lainnya yang berasal dari berbagai komunitas di Mataram hadir secara langsung ke lokasi acara.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Pendeta J. Gunawan Handojo, Gembala Sidang GBI Mataram ROCK Ministry. Ridwan Rustandi, Koordinator Regional Duta Damai Jawa Barat, dan I Gusti Ayu Ira Apryanthi, PC KMHDI Mataram. Moderator acara tersebut adalah Koordinator Regional Duta Damai NTB periode 2018, Febrian Putra.
Membuka acara tersebut, komunitas seni asal Desa Merce, Kampoeng Baca Pelangi (KBP) menyanyikan lagu Damai Itu Indonesia dan Jaga Alam. Penampilan anak-anak dari KBP memukau para peserta dan mereka dihadiahi tepuk tangan yang meriah.
Moderasi beragama dinilai sangat penting untuk dielukan saat ini mengingat isu agama menjadi “gorengan” siap santap yang digemari oleh mayoritas masyarakat. Bahkan menurut survei ISEAS tren di Asia Tenggara tentang peranan Islam, sebanyak 36% mendukung Islam sebagai satu-satunya agama resmi di Indonesia. Lalu, sebanyak 58% mendukung pemimpin harus berasal dari agama Islam. Diperkuat lagi dengan data dari Susenas tahun 2014, bahwa di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia menunjukkan 42,4% warga bersikap cukup toleran (sangat setuju dan setuju) terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok agama lain di sekitar tempat tinggal. Sisanya sebanyak 57,6% memiliki sifat yang kurang toleran (tidak setuju dan kurang setuju).
Data tersebut terlihat meresahkan, ditambah lagi dengan berbagai gejolak bermuatan disintegrasi semakin sering terjadi di penjuru negeri. Berangkat dari hal itu, melalui acara tersebut Duta Damai NTB ingin merangkul berbagai lapisan masyarakat untuk kembali menguatkan genggaman Kebhinekaan yang harusnya terpatri dalam hati kita semua. Menyebut solidaritas, kehadiran dari para peserta diskusi tersebut juga merupakan manifestasi dari yang dimaksud. Artinya, tanpa solidaritas para peserta tidak akan sampai mengikuti acara tersebut.
“Jangan sampai hal baik yang kita lakukan ini berhenti sampai di sini, karena ini penting untuk melawan doktrin radikalisme terutama bagi generasi muda” ungkap Handojo. Di sisi lain, perwakilan dari GBO ROCK Mataram menawarkan untuk menggelar acara serupa di gereja.
Sebagai perwakilan termuda, Gusti Ayu Ira mengatakan “Kita ini kan sama, satu Indonesia, kita perlu kedewasaan untuk saling menerima.”
Pertanyaan dari peserta secara daring dan luring turut meramaikan diskusi, bahasan ini harus disemai secaa masif. Sebagai penutup, ditampilkan lukisan pasir yang merupakan visualisasi dari tema diskusi. Baiq Putri Amalia Ghaesani menyuguhkan lukisan yang dramatis, diiringi narasi tentang perdamaian dan lagu stand up for love.