Lombok Utara— Masih segar diingatan kita bagaimana mencekamnya suasana di bulan Agustus tiga tahun silam. Bumi yang terguncang membuat lutut lemas, teriakan dan raungan bergantian, listrik padam menambah kesuraman. Masih terpatri di hati trauma akan dahsyatnya peristiwa itu. 7.0 SR bukanlah skala yang kecil, terbukti sebanyak 555 orang meninggal dunia akibat gempa tersebut. Gempa tektonik yang terjadi itu memiliki episenter pada 8,30 derajat Lintang Selatan dan 116,48 derajat Bujur Timur dengan kedalaman 15 kilometer. Isu tsunami juga menjadi momok penambah ketegangan dan membuat masyarakat pesisir kelimpungan segera menjauh dari pantai.
Hari ini Kamis (05/08/21), tepat tiga tahun yang lalu ratusan nyawa melayang, rumah dan fasilitas publik roboh, serta jalanan yang retak dan bergelombang menjadi saksi bisu. Lombok Utara menjadi lokasi terparah dan terbanyak menelan korban jiwa. Tercatat sebesar 466 orang meninggal dunia, 829 korban luka-luka, 134.236 jiwa mengungsi dan 23.098 rumah mengalami kerusakan. Setelah main shock mengguncang, gempa susulan terus-menerus terjadi. Badan Meteorologi, KLimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat ada ratusan gempa susulan dan 16 di antaranya dirasakan oleh masyarakat. Tak heran, kabupaten yang sedang merintis percepatan pembangunan tersebut luluh lantak dalam sekejap.
Berinisiatif untuk memperingati peristiwa tersebut, kelompok pemuda relawan kebencanaan asal Lombok Utara, Barasiaga, mengajak masyarakat untuk mengheningkan cipta bersama secara daring dalam acara live bertajuk “Moment of Silence” melalui platformfacebook, instagram, dan youtube Barasiaga. Barasiaga merupakan akronim dari Barisan Relawan Siaga Bencana telah dikukuhkan pada bulan Juli lalu di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Latar belakang terbentuknya tak luput dari peristiwa gempa tahun 2018 yang memberi dampak sosial ekonomi mendalam pada masyarakat. Menyadari bahwa Lombok Utara merupakan wilayah rawan bencana dan harus diantisipasi. Mereka berusaha untuk terlibat aktif dalam upaya pengurangan risiko bencana serta bersinergi dengan pemerintah daerah dan masyarakat.
Akun facebook Barasiaga menuliskan “Pada tanggal 5 Agustus 2021, di detik-detik kejadian gempa 3 tahun lalu, kami mengajak sahabat semua untuk sejenak mengheningkan cipta seraya berdoa semoga mereka yang gugur diberikan tempat terbaik di sisi-Nya.” Moment of Silence yang diadakan merangkul berbagai kalangan, mulai dari artis, influencer, publik figur dan masyarakat umum. Tak hanya acara seremonial semata, lebih jauh dari itu acara ini mengandung nilai-nilai kemanusiaan.
Pra acara dimulai dengan mengkampanyekan twibbon “Moment of Silence” di media sosial, beberapa tokoh turut andil membumikan acara tersebut dalam video singkat. Terlihat Sandiaga Uno, H. Djohan Sjamsu, H. Najmul Akhyar, H. Mori Hanafi, Udin Sedunia, Taufan Rahmadi, Nadeo Argawinata, dan lainnya dalam video tersebut. Hashtag #5agustustundukkankepala #momentofsilence dan #lombok_bangkit terus digaungkan di beranda media sosial.
Gerakan mengheningkan cipta secara virtual tersebut dimulai sekitar pukul 20.00 WITA. Di awal acara Barasiaga membawa ingatan kita ke tahun 2018 dengan mempertontonkan video dokumenter gempa. Isak tangis dan pekikan kesedihan menjadi backsound video traumatis tersebut. Dilanjutkan dengan mengheningkan cipta dan berdoa bersama dengan visualisasi Barasiaga memegang cahaya di kegelapan. Lalu ditutup dengan musikalisasi puisi yang berjudul “Malam Itu” dengan sangat dramatis dan menjiwai ditampilkan oleh Imam Safwan. Penonton live pada platform Facebook sekitar 500 orang dan terus membanjiri kolom komentar dengan berbagai kalimat dan doa.