free page hit counter

Indonesia memiliki sejarah pahit untuk makar, kudeta, dan pengkhianatan ideologis pada bulan September. Tentunya peristiwa ini menjadi pelajaran dalam meningkatkan kesadaran dalam gerakan-gerakan yang mengatasnamakan segala sesuatu yang dapat mengganggu keamanan, kedaulatan, dan perjanjian-perjanjian suci bangsa ini. Gerakan radikalisme yang berupaya menggerogoti kedaulatan negara dapat muncul dalam berbagai kedok, baik melalui eksploitasi ajaran agama (radikalisme sayap kanan) maupun kepentingan politik sekuler lainnya (radikalisme sayap kiri). Upaya untuk selalu membangun perdamaian dan kerukunan dalam bermasyarakat harus terus dibina dan disebarluaskan ke khalayak banyak, karena gerakan pembangkangan dan teror dipenuhi dengan konflik, kekacauan, dan anarki. Nilai-nilai Islam dalam hal ini berperan penting dalam tatanan kehidupan masyarakat yang damai. Hal ini pula sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat pada butir-butir Pancasila. Sehingga dalam hal ini, integrasi nilai-nilai Pancasila dan Islam adalah satu nafas nan memiliki kesaktian dalam pengimplementasiannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apabila diperhatikan ke belakang, Pancasila merupakan ideologi bangsa. Panca yang memiliki arti lima dan sila berarti dasar atau lima dasar dicetuskan oleh bapak pendiri bangsa Indonesia yakni Ir. Soekarno dan disepakati bersama oleh para tokoh-tokoh besar pendiri bangsa yang kemudian ditetapkan pada tanggal 1juni 1945 yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tentu hal itu setelah menuai perdebatan dan musyawarah panjang, hingga pada akhirnya Pancasila dapat disahkan oleh anggota BPUPKI pada saat itu.

Anggota BPUPKI pada dasarnya berasal dari latar belakang yang berbeda, para anggotanya berasal dari suku, daerah maupun agama yang berbeda, akan tetapi mereka mampu dan sepakat dalam menetapkan 5 sila yang dicetuskan oleh bung Karno dengan berbagai perdebatan, musyawarah panjang sebagai landasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kemudian, dalam susunan kesepakatan butir-butir Pancasila di atas, dapat dijabarkan dan memiliki keterkaitan dengan nilai ke-islaman (Al-Qur’an) yang terkandung dalam setiap butir sila, seperti sila pertama sampai sila terakhir. Adapun sila pertama yang mengacu pada ayat Al-Qur’an surah Al-Ikhlas ayat 1 yang berbunyi;

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ

Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa” (Ke-Tuhanan yang Maha Esa) dapat menjadi acuan bahwa, sila pertama dapat dikaitkan dengan surah al-ikhlas ayat pertama, ummat islam mengimani Allah sebagai tuhan yang Esa. Jika diartikan dengan makna yang lebih universal, bahwa setiap warga negara berhak memeluk agama apapun, dan mengimani tuhan mereka, tanpa ada intimidasi dari pihak manapun.

Lanjut ke sila ke-dua yang mengacu pada surah an-nisa ayat 135

ا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا

Artinya, “wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya”. (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab). Dalam interprestasi ayat ini Jelas bahwa, Allah memerintahkan hambanya untuk menjadi penegak keadilan tanpa memandang itu saudara maupun keluarga sendiri, kaya ataupun miskin, bahwasanya keadilan harus tetap ditegakkan di muka bumi layaknya sebagaimana apa yang diajarkan oleh Rasulullah.

Sila ke-tiga yang mengacu pada surah al-hujarat ayat 13

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya, “wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”. (Persatuan Indonesia). Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa, manusia telah diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar manusia saling mengenal. Namun makna mengenal di sini tidak hanya sebatas mengenal, tetapi ditafsirkan juga untuk saling merangkul, mengakui satu sama lain dan menghormati, sehingga dapat disimpulkan bahwa Islam memerintahkan penganutnya untuk bersatu, tanpa memandang ras, suku, maupun agama.

Sila ke-empat yang mengacu pada surah As-syura ayat 38

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۚ

Artinya, “dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan). Kutipan ayat ini juga secara eksplisit dijelaskan pentingnya melakukan musyawarah jika ada sebuah permasalahan yang terjadi disuatu kalangan, inilah yang ditekankan pada ayat di atas. Sehingga untuk membentuk suatu negara yang damai, haruslah dengan cara-cara yang damai pula dengan menekankan musyawarah terlebih dahulu.

Dan yang terakhir adalah Sila ke-lima yang mengacu pada surah An-nahl ayat 90

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia). Pada sila terakhir ini, Allah memerintahkan kita berlaku adil dan berbuat kebajikan, dan Allah juga melarang hambanya berlaku keji dan mungkar. Sebab itu, dapat kita katakana bahwa, nilai Pancasila dan Islam pada hakikatnya adalah satu nafas, tidak terpisahkan dan sejalan dengan ideologi bangsa Indonesia.

Penulis : Akbar Farouk

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *